Cerpen Sepatu Baru Rara

Sepatu Baru Rara


"semuanya sudah siap," Rara mendesah sambil jari-jari mungilnya memasukan satu buku lagi yang tergeletak ke dalam tas.

"Cepat sarapan dulu nak,"

Perempuan berumur muncul dari dapur membawa sepiring nasi dengan kerupuk kaleng sebagai lauknya. Tak mewah memang jika dibandingkan dengan sepotong roti berisi selai yang di sajikan dengan segelas susu yang masih hangat. Tapi bagi rara ini adalah sarapan pagi spesial yang setiap pagi ibu sajikan untuknya, jika ibu sedang punya pendapatan lebih lauknya bisa amat istimewa telur mata sapi dengan baluran kecap.
Rara tidak pernah mengeluh soal menu sarapan ini, tapi ada hal lain yang membuatnya merengek kepada ibu.

"Tas nya Rara bolong bu..," Rara merengek dengan wajah memelas hampir menangis.
"Nanti Ibu jahit ya.., sekarang Rara makan dulu!" ibu mencoba meyakinkan kalau itu bukan masalah besar, karena ibu sering menjahit pakaian yang bolong dengan bermodal jarum dan benang.

Bukan kali ini saja Rara merengek tas nya bolong, bukan karena kurang hati-hati tapi lebih karena usia tas yang sudah semakin lama. Tas itu ia dapatkan dari ayahnya saat akan masuk SD, satu tahun sebelum ayahnya meninggal karena kecekakaan kerja. Sekarang ia sudah kelas lima.

Sebenarnya ibu sangat ingin membelikan Rara seragam, tas, dan sepatu baru. Namun gajinya sebagai buruh cuci tidak cukup banyak untuk membeli barang-barang tersebut. Hanya pemberian dari tetangga yang berhati mulia saja yang Rara pakai, yang sudah tidak dipakai karena tidak muat dan juga karena pemiliknya sudah lulus Sekolah Dasar.

Jari-jari terampil ibu menari-nari, meliuk-liuk menanamkan dan mencabut jarum berulang-ulang membentuk sebuah pola, sungguh luar biasa. Keahlian yang tidak pernah diajarkan di bangku sekolah. 

"Rara berangkat sekolah ya bu," ia pamit sambil mencium tangan keriput yang sering berkutat dengan sabun deterten itu.
"Hati-hati nak, jangan nakal..!"
"Iya bu, Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam," ibu menjawab dan diam sejenak memperhatikan putrinya yang berjalan menjauh menuju sekolah sebelum ia melanjutkan aktifitasnya.

***

Malam hari berhujan, hawa dingin masuk menembus dinding yang terbuat dari anyaman bambu. sebuah lampu minyak menerangi sebuah sudut ruangan yang gulita. Tak terang lebih tepat nya temaram. Rara menangis di pangkuan ibu, entah apa lagi yang ia rasakan. Tubuh kecil itu terlalu rapuh untuk menerima semua beban yang harus ia tanggung. Tangis nya semakin tak terkendali seperti air hujan yang terus mengguyur bumi malam ini.

***

Disekolah, tadi pagi.
Murid kelas lima berhamburan keluar menuju lapangan depan sekolah dengan menggunakan kaos olah raga warna hijau. Jam pelajaran olah raga akan segera dimulai. Pak Naryo memanggil Danu untuk memimpin pemanasan. 

Tes untuk pengambilan nilai pun dimulai, cabang olah raganya adalah lari. Semuanya bersiap, murid yang di panggil sesuai daftar hadir oleh pak Naryo langsung siap mengambil posisi.

Sekarang giliran Rara lari untuk pengambilan nilai. Ia mengencangkan tali sepatunya yang sepertinya lebih besar dua atau tiga nomor dari nomor sepatu yang pas untuk kaki mungilnya. Sepatu itu ia dapatkan dari tetangganya yang tahun kemarin baru lulus sekolah dasar.

Lari dimulai, awalnya biasa-biasa saja sama seperti yang lainnya. Sampai pada saat menjelang gari finish sol sepatu bagian depannya telepas, jika diperhatikan nampak seperti mulut buaya yang menganga. Bagian kaki depannya muncul keluar. Anak-anak sontak riuh melihat kejadian itu, sebagian tertawa dan sebagian lainnya mengata-ngatai nya. Pak Naryo tidak bisa mencegah anak-anak itu setelah beberapa menit, suasana baru kembali terkendali seperti semula.

"Sepatu bolong..."
"Separu bolong..."
Sepanjang jalan murid laki-laki terus mengejeknnya.

***

Sang fajar mulai meninggi, kehangatan menyelimuti seantero belahan bumi. Mengusir sisa-sisa dingin yang datang menyerbu tadi malam. 

"Bu ini sepatu siapa?" Rara berteriak lantang sambil menenteng sepasang sepatu yang sedikit luntur tetapi masih sangat layak pakai.

Rara menghampiri Ibu yang sedang memasak sarapan di ruang belakang. Menenteng sepasang sepatu yang ia temukan tergeletak di lantai kamarnya. Sepatu berwarna merah muda, warna yang sangat rara suka.

"Sepatu itu dari Mbak Andin anaknya Ibu RT, sepatunya nggak baru tapi masih bagus, bekas anaknya Mbak Andin." Ibu memberi tahunya dengan lembut.

Rara memeluk Ibu dengan erat. Tangan kecil itu meraih tubuh wanita berumur yang sedang duduk di depan tungku. Sebulir mutiara terjatuh dari sudut matanya. Pelukan itu semakin erat dan lebih erat lagi Ibu Rara rasakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PENANGGULANGANNYA

Membuat Tabel Absensi Dengan Cepat dan Rapi di Microsoft Excel - Tutorial Excel